Friday, February 1, 2008

Menjadi Kaya dengan Syariah

Abraham Runga Mali

"Tujuan utama syariat adalah memelihara kesejahteraan manusia yang mencakup perlindungan keimanan, kehidupan, akal, keturunan, dan harta benda mereka. Apa saja yang menjamin terlindungya lima perkara ini adalah masalahat bagi manusia dan dikehendaki". (Imam Ghazali)

Jadi salah satu tujuan syariat, seperti yang dipikirkan Ghazali, adalah mengatur harta benda, kekayaan, atau uang Anda guna mencapai kesejahteraan. Karena sangat penting, ada baiknya di tengah suasana Ramadhan tahun ini, Anda diajak untuk merenungi tema pengelolaan keuangan secara syariah.

Sebuah kesempatan refleksi bukan saja untuk menguji sedalam apa pemahaman Anda tentang ekonomi syariah, tetapi terutama untuk mengetahui sejauh mana konsep itu sudah diterapkan dalam kehidupan Anda.

Para ahli ekonomi dan teologi Islam memberikan banyak alasan mengapa kegiatan ekonomi, bisnis dan pengelolaan keuangan secara syariah mendesak untuk diterapkan. Umer Chapra dalam bukunya Islam dan Tantangan Ekonominya, sekurang-kurangnya memberikan dua alasan.

Pertama alasan eksternal. Dia memperlihatkan betapa sistem ekonomi yang pernah diusung seperti kapitalisme, sosialisme dan konsep negara kesejahteraan yang merupakan kombinasi keduanya ternyata tidak berfungsi secara optimal dalam memperbaiki kehidupan manusia.

Malah, demikian ahli ekonomi dari Pakistan yang pernah menjadi penasihat ekonomi Kerajaan Arab Saudi, apa yang dialami umat manusia justru sebaliknya, yaitu ketimpangan ekonomi, kemiskinan dan pengrusakan lingkungan hidup.

Kedua adalah alasan internal bahwa ajaran Islam yang bersifat komprehensif dan universal juga tak terhindarkan mengatur kehidupan ekonomi. Karena itu, jelas dia, ekonomi syariah harus tampil sebagai alternatif.

Spirit komersial

Ekonomi syariah tentu berbeda dengan ekonomi konvensional yang tidak mengindahkan nilai-nilai moral dalam pelaksanaannya. Sebaliknya inspirasi dan petunjuk pelaksanaan ekonomi Islam diambil dari Al-Quran dan Sunnah Nabi SAW.

Ilmuwan C.C Torrey dalam disertasinya The Commercial Theological Term in the Koran memperlihatkan bahwa Al Quran menggunakan 20 terminilogi bisnis dan mengulangnya sebanyak 720 kali. Itu, kata dia, memperlihatkan betapa Kitab Suci itu mengandung spirit bisnis dan komersial yang sangat kental.

Lagi pula, spirit itu tidak hanya sekedar tertulis dalam ayat-ayat suci. Dia sudah terbukti menjadi inspirasi dan pedoman dalam kehidupan komunitas muslim awali. Dan hasilnya memang menakjubkan. Komunitas itu dikenal sebagai salah satu komunitas yang terbaik dalam peradaban, termasuk dalam mengurusi ekonomi dan kekayaan.

Landasan apa sebenarnya diberikan oleh Al Quran dalam mengusung sebuah sistem ekonomi alternatif sebagaimana yang dicita-citakan Islam? Presiden Direktur Karim Business Consultant Adiwarman Karim melansir empat prinsip berikut.

Pertama adalah prinsip tauhid, yaitu keyakinan akan kemahaesaan dan kemahakuasaan Allah di dalam mengatur semuanya, termasuk dalam urusan rejeki. Karena itu seluruh kegiatan bisnis harus ditempatkan sebagai bentuk perhambaan kepada Sang Khalik.

Kedua prinsip keadilan dan keseimbangan yang menjadi dasar kesejahtaraan manusia.

Kemudian ketiga adalah kebebasan. Anda bebas menjalankan kegiatan bisnisnya asal sesuai dengan ketentuan Allah. Dan keempat, karena bebas, maka Anda juga harus memikul tanggung jawab atas apa yang diperbuat.

Manusia adalah khalifah

Ada beberapa hal lain yang perlu juga ketahui, yaitu soal kedudukan manusia berikut harta yang dimilikinya. Ahli perencana keuangan syariah Lili Yulyadi menegaskan bahwa pemahaman manusia sebagai khalifah seperti tertuang dalam surat Al Baqarah ayat 30 merupakan hal yang sangat mendasar dalam Islam.

Sebagai khalifah, jelas Lili, Anda diberi petunjuk dan instruksi oleh Allah untuk mencapai kesejahteraan, yaitu dengan memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan material dan spiritual, pribadi dan kolektif, dunia dan akhirat.

Sebagai khalifah, tujuan hidupnya bukan untuk menenuhi keinginan tetapi untuk mencapai kejayaan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat. Dengan tujuan seperti itu, maka perilaku dan gaya hidupnya yang lain harus disesuaikan.

Bagi manusia yang adalah khalifah, demikian Lili yang adalah komite ahli di Islamic Economic Forum for Indonesian Development (ISEFID), harta dan kepemilikan adalah hanya titipan. Harta adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan.

Karena itu, kata dia, harta harus disucikan melalui zakat kepada orang yang berhak. Al Quran menjelaskan "wa fi amwalihim haqul lisaaili wal mahruum". "Dalam harta mereka (yang mempunyai harta), ada haknya para dhuafa dan orang-orang tak berpunya," tandas Lili.

Bahkan, menurut Chapra, sasaran-sasaran yang dikehendaki Islam secara mendasar bukanlah materiil, tetapi kebahagiaan manusia (falah) dan kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) yang sangat mengagungkan aspek persaudaraan (ukhuwah), keadilan sosial ekonomi, dan pemenuhan kebutuhan spiritual manusia.

Untuk mencapai semuanya itu, harta, termasuk uang yang Anda miliki hanyalah alat. Dia bukan tujuan pada dirinya. Sudahkah Anda memanfaakan alat itu dengan sebaik-baiknya untuk mencapai kekayaan yang islami? Nilai, prinsip dan pedomannya sudah dikemukakan. Sekarang, tinggal Anda menghayati dan melaksanakannya!

No comments: