Friday, February 1, 2008

Mengapa Anda Harus Punya Rumah Sendiri?

Abraham Runga Mali

Home sweet home. Setiap orang merindukan pengalaman hidup yang indah dalam sebuah rumah. Keindahan yang hanya mungkin tercapai apabila kasih sayang menjiwai kehidupan para penghuninya. Kualitas hidup seperti itu merupakan bagian dari 'cara berada' manusia (to be). Tak ada sangkut pautnya dengan cara seseorang memiliki rumah itu (to have). Jadi, baik di rumah sewaan maupun di rumah 'milik sendiri', kebahagiaan itu bisa saja diraih asal diperjuangkan.

Benar bahwa tinggal di rumah yang layak adalah idaman banyak orang. Tapi, itu tidak berarti rumah itu adalah milik sendiri yang harus segera Anda punyai pada saat Anda memasuki kehidupan berumah tangga. Karena itu pertanyaan di atas tetap relevan untuk diajukan. Haruskah Anda memiliki rumah sendiri?

Tentu saja tidak. Mungkin saja Anda terganggu dengan anggapan yang sudah terpatri di tengah masyarakat bahwa rumah itu simbol keberhasilan dan gaya hidup orang-orang berduit.

Kalau Anda punya rumah sendiri berarti Anda berhasil dalam pekerjaan dan memiliki banyak uang. Sebaliknya menyewa rumah (baca: kontrak) adalah pertanda bahwa Anda belum berhasil secara finansial.

Sebenarnya hanya segelintir saja yang karena banyak uang membeli rumah tanpa harus bersusah-susah dulu. Biasanya mereka membeli secara tunai. Jumlahnya pun bisa lebih dari satu. Apalagi berdasarkan hasil riset Nielsen Media Research belum lama ini properti adalah pilihan investasi paling pertama orang berduit di Jakarta.

Sebaliknya, mereka yang memiliki uang pas-pasan biasanya membeli rumah dengan cara meminjam uang dari bank yang lebihselama ini dikenal dengan nama KPR (kredit pemilikan rumah).

Syaratnya pun tentu tidak mudah. Pertama-tama Anda harus meyakinkan pihak bank bahwa Anda memiliki penghasilan tetap sehingga dapat mencicil utang itu secara rutin setiap bulan untuk jangka waktu yang agak panjang.

Untuk itu bank berkepentingan untuk mengetahui slip gaji atau pengahasilan Anda setiap bulan. Pihak bank harus meyakini dulu bahwa cicilan KPR Anda bersama cicilan yang lain seperti untuk kartu kredit, mobil dan kewajiban rumah tangga lainnya tak boleh lebih dari 30 persen dari total penghasilan per bulan.

Artinya, masih ada sisa sekitar 70 persen dari penghasilan itu yang bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari. Kalau penghasilan Anda sebesar Rp6 juta per bulan, maka cicilan utang Anda per bulan, yaitu KPR bersama cicilan kredit yang lain hanya boleh Rp2 juta. Artinya, kalau Anda tidak punya utang lain maka maksimal jumlah cicilan KPR adalah Rp2 juta.

Disiplin perencanaan

Itu gambaran pengelolaan uang secara garis besar saja. Karena disiplin perencanaan keuangan punya pertimbangan yang lebih detil lagi. Coba simak apa yang disampaikan Doni Istyanto Hari Mahdi, penasihat keuangan dari Global Financial Services.

Rumah itu, jelas Doni, seperti mobil dan pendidikan anak adalah kewajiban (liabilities) keluarga yang dalam skala prioritas pengeluaran berada pada urutan ketiga. Jumlah yang dianjurkan pun hanya 20 persen dari pendapatan.

Skala prioritas pertama adalah pengeluaran yang berkaitan dengan manajenen risiko, yaitu asuransi yang menjami hilangnya atau berkurangnya pendapatan karena kematian. Jumlahnya adalah 10 persen dari total pendapatan keluarga. Termasuk di sini adalah tabungan untuk dana darurat (emergeny fund) yang dianjurkan sebesar enam kali penghasilan sebulan.

Setelah asuransi, pengeluaran pada urutan kedua adalah untuk persiapan pensiun. Besarnya adalah 25 sampai 30 persen dari pendapatan. Terakhir sekali, kalau pun masih ada sisa uang, baru digunakan untuk gaya hidup.

Kalau urutan pengeluarannya seperti itu, maka Anda harus mempertimbangkan kembali niat untuk membeli rumah melalui KPR. Sudah cukupkah biaya hidup Anda sehari-hari setelah pengeluaran untuk asuransi dan dana pensiun? Kalau belum, kesimpulannya Anda tidak harus memiliki rumah.

Ingat, mengambil KPR menguras uang yang tidak sedikit. Anda harus menyiapkan uang tunai untuk itu. Kalau Anda membeli rumah seharga Rp60 juta, maka uang muka yang harus disetor secara tunai ke bank adalah 30 persen, yaitu Rp20 juta.

Selain uang muka, Anda juga harus menyiapkan biaya administrasi untuk KPR seperti biaya Akta Pengakuan Utang dan Perjanjian Kredit, biaya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), biaya Akta Jual Beli, biaya balik nama sertifikat, biaya jasa notaris PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dan Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Bahkan, selain biaya tersebut, jelas Mieke Rini, perencana keuangan dari Biro Perencanaan Keuangan Safir Senduk & Rekan, seseroang harus juga menyiapkan biaya tak terduga untuk kebutuhan rumah sejumlah tiga sampai enam kali dari pengeluaran rumah tanggal dalam sebulan. "Ini untuk menyiapkan biaya tak terduga seperti biaya pindahan rumah, renovasi, membeli gorden baru, perbaiki ledeng dan seterusnya," ujar dia.

Itulah sebabnya, jelas dia, jangan terburu-buru membeli rumah sebelum mempersiapkan keuangan secara matang. Jangan sampai untuk uang muka KPR saja Anda sudah mengambil dari dana darurat (emergency fund) keluaga. Padahal dana darurat itu tetap penting kalau ada kematian atau ada anggota keluarga yang sakit.

Sewa rumah

Kalau Anda belum siap memiliki rumah dengan KPR, maka Anda tak perlu ragu-ragu untuk memiliki alternatif yang lain, yaitu menyewa rumah. Ingat menyewa rumah itu selain biayanya relatif murah juga memiliki fleksibilitas untuk berpindah-pindah tempat tinggal.

Untuk memilih alternatif ini tinggal Anda pintar-pintar memilih lokasi, memperhitungkan harga sewa dan cara pembayaran, meneliti fasilitas rumah dan kondisi bangunan serta memperhatikan perjanjian kontrak sewa rumah secara seksama. Jadi jangan memaksa diri untuk punya rumah. Anda pun bisa hidup bahagia di rumah sewaan.

No comments: