Friday, February 1, 2008

Menimbang Reaksi Pasar atas SBY-Kalla

Abraham Runga Mali

Tulisan ini pernah dimuat di Bisnis Indonesia pada 8 Juli 2004


Pemilihan paket capres-cawapres tahap pertama sudah usai. Kendati penghitungan suara belum rampung, para pakar politik dan ahli statistik sudah mulai menebak hasilnya. Dari hasil kalkulasi sementara, paket SBY-Kalla berada pada peringkat pertama dan hampir pasti akan bertarung melawan Megawati-Hasyim Muzadi pada putaran kedua yang berlangsung 20 September.
Yang menarik adalah membaca reaksi pasar, khususnya pergerakan indeks di lantai bursa. Sehari setelah pilpres 5 Juli, perdagangan saham di BEJ menggeliat. Begitu juga rupiah. Mata uang Indonesia itu ditutup menguat dan menembus posisi psikologis Rp9.000/US$ dari penutupan pekan lalu sebesar Rp9.317/US$. Sementara indeks BEJ menguat 23,23 poin (3,12%) menjadi 768,25. Reaksi yang sangat positif.

Seperti pada peristiwa politik sebelumnya, para analis dari perusahaan investasi pun ikut beropini. Misalnya saja Stuart Goh dari Pacific Asset Management Ltd. yang mengelola dana senilai US$117 juta di Singapura. Menurut dia, figur SBY-Kalla adalah calon pemimpin yang diterima pasar. Dia menilai SBY sebagai orang kuat yang mampu mengendalikan sejumlah perbedaan di Indonesia. Sebuah pujian yang sangat tinggi bagi mantan Menko Polkam itu.

Sebenarnya pujian itu tidak terlalu mengejutkan. Karena sejak April, saat duet SBY-Kalla baru terbentuk, para analis pasar modal dalam negeri pun mengganggap kedua tokoh itu sebagai pasangan yang paling ideal dan diterima pasar.

Penilaian itu sekurang-kurangnya dilakukan oleh JP Morgan. Rizal B. Prasetijo, analis perusahaan manajemen investasi itu, dalam analisa pasarnya bertajuk Indonesian Stratetgy, SBY + Kalla = This is it!, edisi 21 April, bahkan sempat membuat prediksi yang sangat optimistis. Kalau pasangan itu terpilih, kata dia, indikator perdagangan saham di BEJ akan menembus angka 1.000. Sebuah prediksi yang sangat fantastis.

Alasannya sederhana. Kedua figur itu, demikian Prasetijo, memiliki kemampuan yang saling melengkapi. SBY dinilai memahami dinamika sosial-ekonomi di wilayah barat Indonesia, dan Kalla mengerti tentang kondisi Kawasan Indonesia Timur. Sebuah deskripsi yang kurang detil untuk figur sekelas presiden.

Untuk tingkat publik, deskripisi itu, terutama SBY, kemudian hanya dikaitkan pada figurnya yang kelihatan 'tampan', cerdas dan 'korban' dari sebuah penzaliman. Alasan pilihan yang tidak terkait langsung dengan kualitas kepemimpinan yang benar-benar sudah teruji.

Korelasi pemilu dan IHSG 1999-2004
Tgl. pemilu IHSG sebelumnya IHSG sesudahnya Perubahan
7 Juni 1999 612.378 (4 Juni) 686.947 (8 Juni) +74.569
5 April 2004 750.652 (2 April) 771.548 (6 April) +20.569
5 Juli 2004 745.030 (2 Juli) 768.255 (6 Juli) +23.947


Akhirnya, mirip pilihan publik kepada penyanyi Akademi Fantasi Indosiar (AFI) yang tidak didasarkan pada kualitas vokalnya-khususnya pada AFI I- tetapi lebih pada rasa simpati karena kerendahan hati, kesederhanaan dan latar belakang kemiskinan sang kandidat. Ini tentu sebuah kerancuan argumentasi dalam mendasari sebuah pilihan.

Sesungguhnya, gambaran SBY-Kalla memicu ekspektasi yang luar biasa karena dipertentangkan dengan kelemahan dan kegagalan pemerintahan Megawati yang saat ini sedang berkuasa.

Kelemahan dan kegagalan Presiden Megawati-yang juga dibantu oleh SBY-Kalla sebagai menteri koordinator saat itu-dianggap tidak optimal sehingga harus diganti dengan pemimpin baru yang diharapkan dapat mengubah wajah Indonesia. SBY-Kalla adalah salah satu dari pilihan itu.

Lihat saja laporan Bloomberg pada hari pemilihan awal pekan ini. Laporan tentang hasil lembaga polling yang lebih mengungguli SBY dikaitkan dengan kegagalan Megawati dalam menciptakan iklim investasi di Indonesia.

Dalam laporan itu disinyalir bahwa dalam enam tahun terakhir, terjadi pelarian modal ke luar negeri sebesar US$10,76 miliar, dengan sekurang-kurangnya US$751 juta terjadi pada tahun ini. Realitas buruk tersebut diperjelas dengan laporan posisi utang luar negeri yang mencapai US$135 miliar serta utang perusahaan dan bank swasta kepada kreditor sebesar US$54 miliar. Belum lagi ditambah dengan kinerja indeks BEJ yang masuk dalam posisi delapan indeks terjelek selama tahun ini. Menjadi lengkaplah kegagalan dan kelemahan Megawati.

Bloomberg sekali lagi mengutip pernyataan M. Chatib Basri bahwa bangsa ini membutuhkan investasi. Dan Megawati, dalam logika para ekonom dan analis investasi tersebut, gagal menciptakan reformasi hukum dan perbaikan birokrasi yang mendukung iklim investasi.

Ada kekagagalan Megawati di satu pihak, dan ada ekspektasi pada SBY-Kalla di pihak lain. Tapi, pertanyaan yang muncul, adilkah Megawati diminta harus menyelesaikan persoalan bangsa yang luar biasa besar dalam tempo tiga tahun? Lalu mampukah SBY-Kalla, kalau kemudian terpilih, memenuhi harapan yang tidak dilakukan Megawati?

Berlebihan

Meletakkan harapan bangsa ini hanya dengan melihat naiknya harga saham dan menguatnya rupiah agaknya berlebihan dan bisa menyesatkan. Karena pasar pun bereaksi sama saat PDIP (yang dipimpin Megawati) menang dalam Pemilu 1999. Begitu juga saat Abdurrahman Awahid (Gus Dur) tampil sebagai presiden pada Juli 1999, pasar pun bereaksi demikian. Partai Golkar me-nang dalam pemilu legislatif April lalu pun, indeks BEJ juga menguat.(Lihat Tabel).

Ternyata indeks BEJ hanyalah sentimen sesaat yang tidak berurusan dengan kinerja seorang presiden untuk masa lima tahun. Karena itu, terlalu naif kalau kemenangan SBY-Kalla pada putaran pertama disambut berlebihan dengan menyertakan reaksi pasar yang positif.

Kehati-hatian untuk menaruh harap-an yang berlebihan pada SBY-Kalla didasarkan pada sejumlah pertimbangan berikut. Pertama, mesin politik Partai Demokrat yang mengusung SBY sebagai capres dinilai kurang kuat, karena hanya meraih 7% dalam pemilu legislatif. Tambahan dukungan dari PBB dan PKPI pun tak cukup signifikan, karena keduanya bukan partai yang cukup berpengaruh. Kenyataan itu akan memaksa SBY-Kalla, se-andainya terpilih sebagai presiden, melakukan 'dagang sapi' dalam membentuk birokrasi yang kuat. Negosiasi politik seperti ini akan menyulitkan keduanya dalam mengarahkan dan mengontrol pemerintahan yang tangguh dan juga tidak mudah bagi keduanya memaksa parlemen untuk mendukung segala kebijakan politiknya.

Kedua, figur SBY yang tidak tegas akan dengan mudah dikendalikan oleh 'orang kuat' di sekitarnya yang sebagian besar adalah bekas militer. Kenyataan ini akan menyulitkan SBY yang memang berlatarbelakang militer menciptakan pemerintahan sipil yang kuat sebagaimana tuntutan sebuah negara yang demokratis. Ingat, salah satu tuntutan reformasi yang menandai berakhirnya rezim Orba adalah berakhirnya rezim yang militeristis.

Ketiga, hampir susah dibayangkan SBY-Kalla akan terhindar dari praktik KKN karena keduanya tidak didukung parpol dengan mesin uang yang memadai. Berbagai donasi dari konglomerat dalam mensukseskan pencalonan keduanya sebagai capres-cawapres akan membuat mereka harus 'membalas budi' kebaikan tersebut. Kerja sama yang menjadi lahan subur bagi benih KKN.

Keempat, posisi Kalla sebagai pengusaha juga harus diwaspadai karena akan menimbulkan konflik kepentingan. Selentingan yang mengkaitkan Kalla dengan sejumlah kasus korupsi seperti tender Bukaka, Bulog, impor beras dan impor mobil Mercedes saat dia menjadi menteri-kendati tidak pernah terbukti-meninggalkan catatan tersendiri.

Sejumlah pertimbangan tersebut sengaja diangkat agar bisa menjadi pertimbangan terhadap ekspektasi yang berlebihan dari para analis pasar modal yang ditandai oleh pergerakan indikator perdagangan. Karena menguatnya indeks tersebut lebih merupakan pergerakan normal yang didasarkan pada sentimen sesaat ketimbang karena sebuah prospek fundamental ekonomi-politik yang segera diletakkan para pemimpin bangsa yang baru.

Karena itu, kemenangan SBY-Kalla dalam putaran pertama ini harus disikapi dengan wajar. Boleh saja menggantungkan harapan kepada keduanya. Tapi, harapan yang terlalu tinggi akan menghilangkan sikap kritis terhadap kualitas dan kinerja mereka. Sebuah kampanye politik yang bisa menyesatkan masyarakat. Lebih lagi, kalau saja mereka terpilih dan akhirnya juga gagal, harapan itu tidak meninggalkan rasa sakit yang mendalam.

1 comment:

Anonymous said...

gioco digitale casino
gioco digitale casino · 1. Deposit a minimum €10 · 2. matchpoint Wagering 제왕카지노 requirements of €10 · 3. First gioco digitale deposit of €10. Wagering requirements of €10