Friday, February 1, 2008

Mengintip Reformasi Finansial Cina (3)

Abraham Runga Mali
Jurus Sang Naga menuju raksasa ekonomi
( Bagian terakhir dari tiga tulisan, dimuat di Bisnis Indonesia, 13 Maret 2004 )

Reformasi sektor pasar modal juga sangat mendesak, terutama setelah Beijing menggenjot privatisasi perusahaan milik negara. Pasalnya saat ini kendati sudah 20 tahun melakukan pembaruan ekonomi, pemerintah Cina masih memiliki 96,1% dari 187 perusahaan terbesar di negara itu.
Usia pasar modal Cina memang relatif sangat muda. Bursa Shanghai dan Shenzen baru beroperasi pada 1990. Sementara lembaga pengawas pasar modalnya (China Securities Regulatory Commission) baru berdiri 1992. Tapi dalam satu dekade itu perkembangan pasar modalnya cukup mengesankan.

Menurut data pemerintah, sampai September 2002, kapitalisasi pasar mencapai 4,4 triliun yuan, atau 50% gross domestic product (GDP), terbesar ketiga setelah Tokyo dan Hong Kong.

Data CSRC juga menyebutkan perusahaan di Cina menyerap 135,8 miliar yuan (YS$16,4miliar) dari pasar modal domestik dan global pada 2003, naik 41,2% dari 2002. Transaksi di pasar Sanghai dan Shenzen mencapai 3,2 triliun yuan (US$386,4 miliar), naik 14,7% dari 2002. Menurut data itu, hingga Desember 2003 sebanyak 1.287 perusahaan tercatat di bursa, dengan kapitalisasi 4,2 triliun yuan (US$507,2 miliar), yang melibatkan 70 juta investor.

Perkembangan pesat itu menuntut sejumlah perubahan seperti perbaikan transparansi, menambah instrumen perdagangan dan meningkatkan likuiditas perdagangan yang dinilai masih sangat rendah.

Soal transparansi misalnya, pada Juli 2001 pasar modal Cina diguncang skandal Yin Guang Xia yang mirip kasus Enron di bursa New York.

Perusahaan teknologi itu diketahui menggelembungkan rapor keuangannya guna melecut kenaikan harga saham. Kasus tersebut menyeret indikator perdagangan hingga terkoreksi 20% dari angka tertinggi 2.200, menjadi sekitar 1.400.

Simpan kelemahan

Dibalik angka-angka besar itu, Pasar modal Cina juga menyimpan kekurangan serius. Stephen Green dalam artikel di Business China berjudul The Truth About China's Stock Market, 26 Oktober 2001, membongkar mitos pasar modal Cina yang dibungkus angka-angka besar.

Misalnya mengenai kapitalisasi pasar. Angka itu sangat semu karena 65% saham yang tercatat tidak bisa diperdagangkan. Dia menduga kapitalisasi yang riil hanya 1,84 triliun yuan (US$222 miliar).

Menurut Green, rasio kapitalisasi pasar di bursa Cina juga cuma 20% dan jauh dari realitas pasar modal yang sudah berkembang seperti Jepang, dimana kapitalisasi pasarnya mencapai 140% GDP.

Jumlah investor, lanjutnya, juga hanya berkisar 6 juta sampai 9 juta. Jumlah itu cuma 0,3% total penduduk Cina, atau 3% dari 200 juta warga kota yang punya pengetahuan memadai soal investasi.

Green juga mengungkap dana yang diraup dari pasar modal masih sangat tertinggal dari perbankan. Pada 2001, perbankan menyalurkan 1,3 triliun yuan kredit baru, sementara dana segar dari pasar modal 100 miliar yuan.

Sejauh ini, yang paling banyak berurusan dengan pasar modal adalah BUMN. Pemerintah berkepentingan membenahi perusahaan yang bobrok melalui pasar modal, sehingga menguasai 59% total saham di lantai bursa. Pemegang saham utama dari 75% perusahaan yang tercatat di bursa Cina adalah BUMN, atau perusahaan terkait BUMN.

Selain itu, banyak perusahaan Cina yang mencari dana dengan mencatatkan sahamnya di Hong Kong (saham H). Perusahaan pertama yang mencatatkan saham di bursa Hong Kong adalah Tsingtao Brewery pada 1993. Sampai kini, 59 perusahaan Cina terdaftar di sana, mencakup 7% saham yang beredar di Hong Kong.

Langkah pembenahan

Untuk meningkatkan likuiditas, mulai Desember 2002 lembaga pengawas pasar modal Cina membolehkan investor asing melakukan transaksi di saham A, yang semula hanya 'milik' pemodal domestik. Sedikitnya terdapat 1.200 perusahaan penerbit saham A senilai US$500 miliar.

Namun pembelian saham A diperbolehkan hanya kepada pemodal asing berkualitas melalui skema qualified foreign institutional investors (QFIIs).

Selain pemodal asing, investor institusi lokal seperti perusahaan asuransi dan dana pensiun termasuk National Security Fund (NSSF) juga didorong masuk bursa. Peraturan baru juga memungkinkan NSSF menginvestasikan 40% dananya di pasar saham.

Selain saham A, pasar modal Cina juga mengenal saham B. Saham jenis ini hanya mewakili 3% total kapitalisasi pasar dan 7% total dana yang diserap melalui bursa saham. Sejak 1992 saham B dikhususkan bagi pemodal asing yang akan membeli saham Cina. Perusahaan asing itu mencatatkan sahamnya di bursa negara tersebut.

Tapi akhirnya banyak pemodal asing meninggalkan saham B yang bernilai US$13 miliar, karena saham-saham jenis itu memiliki kualitas rendah dan sering merugi. Akhirnya sejak 2001 pemodal domestik juga boleh melakukan transaksi saham jenis ini.

Sejak Oktober 2003, CSRC juga membaharui sejumlah persyaratan pencatatan. Misalnya, sebuah perusahaan hanya boleh melakukan IPO (initial public offering) minimal tiga tahun setelah menjadi sebuah perseroan terbatas. Begitu juga IPO baru boleh dilakukan minimal tiga tahun setelah mencatat keuntungan.

Awal bulan lalu CSCR meluncurkan paket reformasi atau blue print untuk pasar modal. Paket itu mencakup prinsip pengembangan pasar modal hingga ke wilayah provinsi serta koordinasi dalam memperbaiki dan menegakkan regulasi.

Selain itu, dibentuk dua papan perdagangan. Papan pertama dikhususkan untuk saham-saham utama, sedangkan papan kedua memperdagangkan saham modal ventura, obligasi dan produk futures.

Paket reformasi juga menyentuh persoalan lain seperti good corporate governance.

Di pihak lain, Cina juga belum mengembangkan pasar obligasi secara optimal. Pada 2002, total pasar obligasi mencapai 2,8 triliun yuan, di mana 69%-nya adalah obligasi Treasury, 29% obligasi keuangan dan obligasi korporasi kurang dari 2%.

Tambahan lagi, 25% dari jumlah itu adalah obligasi yang diterbitkan untuk tidak diperdagangkan yang dikenal dengan nama voucer obligasi Treasury. Sehingga pasar obligasi sesungguhnya hanya 2,2 triliun yuan atau 25% GDP.

Pasar obligasi kurang berkembang juga lantaran tingkat suku bunga perbankan yang tidak stabil. Sejak 1996, suku bunga dipotong selama sembilan kali, dari 10,98% hingga 1,98%. Saat ini, obligasi dengan jangka waktu 30 tahun ditransaksi dengan tingkat imbal balik 3,7%, jauh lebih rendah dari obligasi Treasury AS.

Butuh solusi

Berbagai kendala di sektor finansial yang dihadapi Cina itu perlu diatasi agar aliran dana masuk serta dana masyarakat bisa dimanfaatkan secara efektif.

Tingkat tabungan masyarakat di Cina juga sangat besar. Menurut Tong Daochi, Ketua CSRC, tingkat tabungan masyarakat mencapai 38% dari GDP Cina, sekitar 10 triliun yuan. Selain itu aset dana pensiun pada 2001 mencapai 243 miliar yuan.

Berdasarkan perkiraan Bank Dunia yang dikutip Xin Wang, periset China International Capital Corp, total aset dana pensiun per 2003 bisa mencapai US$1,8 triliun.

Menurut riset Xia Bin, staf senior di People's Bank of China, sekitar 7000 perusahaan manajer keuangan beroperasi di Shanghai, Shenzhen dan Beijing. Mereka mengakui bisa memperoleh keuntungan 10% hingga 50%, jauh di atas bunga deposito per tahun (2,25%).

Xia malah menduga seluruh perusahaan sekuritas mengelola sedikitnya 200 miliar yuan (US$24 miliar). Bersama seluruh perusahaan manajemen aset lainnya, total dana kelolaan bisa mencapai 700 miliar yuan.

Dengan populasi 1,3 miliar, dana masyarakat merupakan potensi luar biasa untuk menggerakkan pasar modal Cina. Apalagi, 1.200 perusahaan di negara itu sedang antri mencari dana segar dari lantai bursa, termasuk sejumlah perusahaan milik negara.

Jika Cina mampu mengoptimalisasi pasar modal dan sektor finansial, tentu akan sangat menentukan masa depan perekonomiannya. Tetapi, Cina masih memiliki setumpuk persoalan lain seperti masalah hukum, terutama soal hak cipta, korupsi dan kesenjangan ekonomi pedesaan dan perkotaan.

Memang tidak mudah menjadi raksasa ekonomi.

No comments: