Friday, February 1, 2008

Modal Percaya

Abraham Runga Mali

Redemption di reksa dana adalah sebuah fenomena yang layak disimak. Mari kita kaji lebih serius, mengapa para investor reksa dana melakukan penarikan dana (redemption) habis-habisan secara emosional? Jawabannya pun bisa bermacam-macam.

Dalam perspektif ekonomis mungkin bisa dijelaskan bahwa meningginya suku bunga perbankan lebih menarik bagi pemodal sehingga mendorong mereka berbondong-bondong menghijrahkan uangnya ke sana. Lebih menguntungkan di deposito daripada dana itu bertengger dalam bentuk portofolio di reksa dana.

Tapi, mengapa itu dilakukan dalam kepanikan? Bukankah reksa dana adalah investasi jangka panjang? Bukankah agak menyesatkan kalau pemodal menjadikan kenaikan bunga 'saat ini' sebagai rujukan dalam menilai kinerja reksa dana.

Kalau investornya dianggap tak cakap, maka yang ikut bersalah adalah juga para fund manager. Karena mereka tidak menyertakan pengetahuan yang memadai tentang keuntungan dan risiko yang bisa terjadi di investasi ini saat mereka mengumpulkan uang dari pemodal.

Tapi, bukankah saat menyerahkan dananya ke para fund manager, para investor sudah memahami bahwa pengetahuan mereka memang terbatas sehingga segala keputusan mengenai dana mereka sudah selayaknya ada di tangan para manajer investasi itu?

Kalau begitu, pertanyaan mengapa para investor harus panik masih sangat relevan. Jadi, kembali lagi, mengapa para investor itu panik? Mungkin saja dari perspektif ekonomi masih tersedia jawaban. Tapi, ada baiknya kita juga mendengar suara dari disiplin ilmu yang lain, sosiologi.

Pada lintas batas ini kita tidak lagi berkutat pada persoalan 'uang' dan karakternya yang selalu mencari tempat yang menguntungkan, atau mempersoalkan lagi kemampuan para fund manager serta pengetahunan para pemodal. Ada persoalan di sana, yaitu masalah kepercayaan.

Pertama-tama para pelaku pasar, baik investor dan fund manager tidak mempercayai pemerintah. Karena sudah tidak mempercayai, apa pun yang dilakukan pemerintah memang selalu salah.

Lebih runyam lagi, bahwa setelah tidak mempercayai kebijakan pemerintah, para pemodal ikut-ikut tidak mempercayai kecakapan fund manager. Padahal, dana itu sejak dari awal sudah diserahkan untuk dikelola oleh para manajer investasi tersebut. Lingkaran ketidaksalingpercayaan terekpresi pada kinerja pasar atau industri yang terus terpuruk.

Begitulah kepercayaan-diakui atau tidak-sangat berpengaruh bukan hanya pada perkembangan sosial dan kultural, tapi juga kemajuan organisasi ekonomi. Itulah sebabnya ada sejumlah pemikir sosial yang memasukan kepercayaan (trust) sebagai modal yang penting. Kepercayaan adalah modal sosial (social capital), bahkan intisari dari modal sosial itu.

Jenis modal

Pierre Bourdieu, sosiolog Perancis dalam The Forms of Capital membedakan tiga jenis modal dalam kehidupan manusia, yaitu modal ekonomis, modal kultural dan modal sosial. Dalam konteks reksa dana di atas tiga jenis modal itu dengan mudah ditempatkan di mana posisinya.

Dana para investor dalam portofolio itu adalah modal ekonomis, kemampuan dan ketrampilan mengelola dana baik oleh fund manager maupun oleh pemiliki modal sendiri adalah modal kultural, dan kompleksitas kesalingpercayaan antara pemerintah dan para pelaku bisnis itu adalah sebuah modal sosial.

Soal modal sosial itu Bourdieu menulis: Social capital is an attribute of an individual in a social context. One can acquire social capital throuh purposeful actions and can transforms social capital into conventional capital gain.

Menurut dia, kemampuan seseorang untuk memperoleh dan mengoptimal modal sosial itu sangat tergantung pada kualitas kewajiban sosial, relasi, dan jaringan-jaringan yang tersedia bagi orang itu.

Bahkan, lebih jauh lagi, Francis Fukuyama dalam The Social Virtues and The Creation of Prosperity secara gamblang memperlihatkan kaitan yang sangat nyata antara modal sosial dengan penciptaan kemakmuran sebuah komunitas atau bangsa. Kemakmuran hanya mungkin terjadi karena ada 'saling percaya' di antara anggota komunitas itu.

Bagi Fukuyama, salah satu nilai yang paling penting dalam dari intensitas jaringan sosial itu adalah kepercayaan. Bahkan, kepercayaan itu fundamen utama dari terbentuknya berbagai jaringan sosial dan kerja sama yang baik di antara para anggota komunitas.

Harapan bersama

Kepercayaan adalah harapan bersama dalam komunitas bahwa akan terciptanya keteraturan, kejujuran dan perilaku kooperatif yang muncul dalam komunitas itu yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama oleh para anggotanya.

Tanpa harapan bersama untuk saling mempercayai, modal-modal ekonomi, dan kemampuan individual seseorang dalam komunitas menjadi keropos dan sepertinya sia-sia. Sebuah organisasi sosial atau ekonomi seperti sebuah perusahaan tanpa trust hanya kumpulan aktivitas tanpa energi dan sinergi.

Mungkin saja benar di perusahaan itu ada pemimpin dan bawahan, ada aturan, ada divisi, ada tata tertib. Tapi di sana tak ada visi bersama, tak ada sinergi. Yang ada hanya kompetisi yang destruktif karena anggotanya saling sikut dan menyudutkan.

Begitu juga yang terjadi dengan bangsa ini yang hari demi hari tak lepas di dera krisis. Kekayaan melimpah di negeri ini. Banyak doktor dan profesor mengabdi kepadanya. Wacana kebijakan dan UU berseliweran dari hari ke hari.

Tapi, mengapa tak ada kemakmuran dan kesejahteraan di sini? Karena kita masih saling mencurigai, saling dendam, saling menuduh dan menyudutkan. Kita kelihatan ramah tapi tidak saling mempercayai, kita hidup bersama-sama tapi sukar bekerja sama, gampang meneteskan air mata tapi susah membangun solidaritas. Sampai kapan? Wallahu a'lam.

1 comment:

kaitlinpaas said...

What are the best games to play online in 2021? - Oklahomacasinoguru
In the past 스포츠 벳 decade, many people have played bwin online slots games, and most of those have played 저녁 메뉴 룰렛 for real money. 먹튀재판소 Some of them are 슬롯커뮤니티 great. Most are