Monday, January 21, 2008

Financial Planning ala Artis

Abraham Runga Mali

“Saya tidak tertarik pada pada uang. Saya hanya ingin menjadi hebat.” Itu adalah keyakinan Marilyn Monroe. Bintang yang lahir dengan nama lengkap Norman Jeane Morteson, 1926, itu tak pernah bernafsu mendapatkan uang. Tapi, uang selalu datang kepadanya.
Sebagian orang meyakini Monroe dengan tegas mengucapkan itu setelah dia mendapatkan segalanya. Setelah terang benderang bintangnya sebagai model dan aktris film di Hollywood ditonton dan dinikmati banyak orang. Hanya saja mesti diingat bahwa sebelum sampai pada ketinggian itu, dia harus berjuang keras untuk diterima pasar.
Kok seni berurusan dengan pasar, apa pasalnya? Pada jaman industri maju seperti dewasa ini, seni sebagaimana kultur pada umumnya tidak pernah menjadi otonom lagi sebagaimana sebelumnya. Sekarang seorang pekerja seni tidak bisa dengan gagah berkata bahwa dia hanya mengabdi pada seni dan tak peduli lagi pada uang.
Tentu saja mereka masih bebas mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri melalui karya seninya. Tapi, tidak otonom. Artinya para pekerja seni tidak bisa bebas dari motif mencari untung. Karya seni mereka masuk dalam arena komersial, terlibat dalam proses tawar menawar antara produsen dan konsumen. Marketisasi seni.
Dulu para seniman berbakat tak perlu bersusah-susah. Karya seni mereka diterima oleh intitusi agama atau kerajaan. Lalu kehidupan sehari-hari mereka ditopang oleh gereja atau istana. Sekarang tidak, mereka harus bertarung di pasar. Di sana, para seniman itu harus bisa menukar modal estetiknya itu dengan modal sosial, politik dan modal-modal yang lain. Di ujungnya memang duit. Dan para pekerja seni tersebut tidak kebal terhadap kedasyatan pengaruh uang.
Seorang pemikir Jerman, Theodor Adorno, berkeyakinan bahwa dalam produksi yang kapatalistik saat ini, memproduksi sesuatu termasuk kultur dan seni, orientasi utamanya adalah keuntungan.
Karena itu, lanjut dia, produksi tidak bisa berjalan sendiri. Faktor distribusi dan konsumsi juga harus dikendalinya. Pengelolaan produksi, distribusi, dan konsumsi itu harus dilakukan secara rasional sehingga apa yang dihasilkan memiliki nilai tukar yang tinggi. Lagi-lagi ukurannya adalah uang.
Tentu saja tidak berarti uang adalah motivasinya satu-satunya. Keinginan untuk mengembangkan bakat dan mengaktualisasikan diri merupakan energi tersendiri bagi pekerja seni. Energi ini yang juga pernah memompa semanga Merilyn Monroe.
Yang paling jauh masuk ke dalam hiruk pikuk pasar kebanyakan adalah para pekerja seni yang massal seperti di dunia hiburan. Penyanyi, bintang film dan sinetron masuk dalam kelompok ini. Karena konsumennya banyak, maka mereka dituntut untuk lebih cerdas merangkaikan hubungan dari produksi hingga konsumsi. Tujuannya, hasil kaya para seniman itu bisa tembus dan diterima penggemarnya di pasar. Maka jangan heran kalau banyak dari mereka yang kemudian menjadi tokoh publik atau selebritis.
Mieke Rini, perencana keuangan yang memiliki nasabah dari kalangan artis mengakui kalau profesi sebagai pekerja seni mendapat tempat istimewa dalam dunia perencanaan keuangan. “Tentu saja ini tidak terlepas dari cara mereka mendapatkan uang dan bagaimana mereka menghabiskannya.”
Sebuah website Artrepreneur yang secara khusus membantu karir dan keuangan para artis. Dalam artikel Mini Financial Plan for Artist, para pengelola website itu mencatat bahwa kehidupan artis yang glamour menunjukkan bahwa mereka membutuhkan kebiasaan pengelolaan finansial yang benar.
Mieke mengakui bahwa para artis memiliki penghasilan yang tinggi, bahkan sangat tinggi. Tapi, gaya hidup dan pergaulan mereka mendorong mereka untuk dekat dengan kebiasaan boros dan konsumtif. “Mereka harus mengeluarkan banyak uang untuk menjaga penampilan dan gaya hidup. Itu semacam tuntutan profesi yang dikelola secara benar.”
Dari pengalamannya memberi nasihat kepada sejumlah artis, akui Mieke, biaya yang dihabiskan untuk gaya hidup sekitar 20 persen hingga 30 persen. Tentu tidak ada cara lain untuk keluar dari persoalan ini kecuali mengubah kebiasaan hidup seperti itu. Mereka harus diajarkan untuk lebih giat lagi menabung dan berinvestasi.
Selain gaya hidupnya, Tridjoko, Chairman FPAI (Financial Planning Association) mengatakan perencanaan keuangan di kalangan artis sangat mendesak karena periode keemasan mereka dalam berkarya termasuk sangat singkat.
Seperti atlit, lanjut dia, karir para pekerja seni yang sangat mengandalkan kecantikan dan penampilan fisik itu sangat cepat berakhir. “Golden age mereka sanagat pendek. Karena itu perencanaan keuangan di kalangan profesi ini benar-benar sangat mendesak dibandingkan dengan profesi lain.”
Mieke mengatakan bahwa ketika memilih berinvestasi di sektor riil, pekerja seni ini memiliki keuntungan tersendiri. Popularitas, keperyacaan diri dan jaringan yang mereka miliki bisa membantu mereka dalam mengembangkan bisnisnya.
Kalau begitu, dari pada hidup bermewah-mewah dan mengundang gosip, mendingan mulailah belajar menabung dan berbisnis.