Tuesday, January 22, 2008

Kecantikan sebagai Investasi?

Abraham Runga Mali

Pernahkah Anda menghitung, berapa artis di Tanah Air yang sudah memvermak hidungnya agar tampak lebih mancung dan mempesona? Tak usah tunjuk hidung dengan menyebut nama, yang pasti jumlahnya cukup banyak. Selain hidung, membesarkan bagian dada agar kelihatan lebih seksi juga tak kurang banyaknya. Pertanyaannya, untuk apa mereka melakukan itu?

Tak susah menjawab pertanyaan tersebut. Sebenarnya, selain soal daya tarik, rasa cemas akan ketuaan merupakan alasan lain yang cukup kuat untuk menjelaskan mengapa mereka memburu komestik dan make-up, serta mendatangi klinik-klinik kecantikan . Alasan ini terutama berlaku bagi mereka yang sudah mulai termakan usia. Kata mereka, biar supaya tampil lebih muda.

Ada lagi yang mengaitkan kecantikan sebagai tuntutan pekerjaan. Terutama bagi mereka yang bekerja di dunia entertaintement. Karena di profesi ini, selain urusan bakat, penampilan juga sangat penting. Apalagi di Indonesia, penampilan bisa jadi lebih penting dari bakat dan kemampuan.

Maka tak mengherankan, kendati kemampuan olah vokal dan akting yang pas-pasan, tetapi karena wajahnya yang menarik dan enak dipandang, maka dia bisa menjadi artis terkenal. Dengan cepat dia disanjung sebagai figur publik. Dia sering diundang dan dipakai untuk berperan di layar lebar atau layar kaca. Bagi sang artis ini, itulah peluangnya untuk menerima bayaran yang besar.

Atas nama penampilan, make-up dan komestik menjadi sangat mendesak. Berkat bantuan make-up dan komestik, seorang artis yang wajahnya pas-pasan bisa dipoles agar kelihatan lebih cantik dan seksi. Inul Daratista yang sebelumnya adalah gadis desa sederhana, setelah dipoles make-up, menjadi kian cantik dan mempersona.

Sebagai investasi?

Bagi artis, tokoh publik yang mencari uang dengan menjual 'kecantikan' atau mereka yang menjadi ujung tombak di dunia pemasaran atau bisnis, belanja make-up bisa dikalkulasi sebagai investasi.

Walaupun menurut Perencana Keuangan Pietra Sarosa, sebenarnya kecantikan sangat jarang diartikan sebagai investasi dalam arti yang sebenarnya. Hanya saja, lanjut dia, kecantikan (penampilan) yang memadai akan membuat orang tertarik berhungan dengan kita.

Dalam jangka panjang, demikian Pietra, hubungan ini bisa dikembangkan ke arah yang lebih lanjut seperti misalnya dalam hubungan kerja atau bisnis yang ujung-ujungnya akan mendatangkan penghasilan.

"Inilah yang disebut orang bahwa kecantikan merupakan investasi yaitu bahwa pada akhirnya dapat digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan penghasilan atau meningkatkan kemakmuran seseorang."

Perhatikan kesaksian Harsya Subandrio,pembawa acara Percaya Nggak Percaya, yang disiarkan ANTV dan penyiar Radio One Jakarta. Dia mengakui kalau penampilan itu memang sangat penting. Apalagi di Indonesia, yang menurut dia, rata-rata orang pertama kali melihat penampilan.

Terutama karena lingkungannya adalah dunia entertainment, penampilan yang baik dari atas sampai ke bawah menjadi semacam keharusan. "Agar orang bisa melihat menerima kita," kata dia.

Bahkan, saking seriusnya memperhatikan perawatan tubuh dan penampilan, dia selalu memasukan perlengkapan perawatan mandi ke mana pun dia pergi di tas punggungnya. Di tas itu, isinya selain sabun cair yang beraroma laki-laki, ada pasta gigi, shaver, dan pelembab dari produk L'Oreal yang harus selalu dibawa karena kulit mukanya yang tergorolong kering.

Khusus untuk pelembab Harsya mempunyai beberapa jenis."Memang orang bilang kayak perempuan, atau berlebihan. Tapi, menurut saya normal saja," demikian Harsya.

Seakan belum lengkap, di tas yang sama selalu ada sikat badan untuk mandi yang berbentuk sarung tangan. Sementara untuk mendapat cukuran yang bersih,ia menggunakan pelemas dari Gillete yang berbetuk gel. Itu belum belum termasuk seperangkat alat gunting kuku satu set untuk manikur-pedikur. "Kalau di dalam tas tidak ada salah satunya, saya akan panik."

Itu Harsya yang pria. Kendati dia termasuk jenis pria metroseksual, perlengkapan komestikya tentu tidak sebanding dengan para artis perempuan semisal Krisdayanti, Cut Keke, Nafa Urbach, Tamara Bleszinsky, Wulan Guritno. Hampir pasti biaya kosmetik mereka pun jauh lebih besar daripada yang dikeluarkan Harsya.

Sekali lagi, itu karena tuntutan pekerjaan. Dan dari perspsektif perencanaan keuangan, pengeluaran seperti itu tak perlu dirisaukan karena itulah salah investasi mereka yang bisa ditutup lagi dari pendapatan yang mereka peroleh dari aksi-aksi pementasan mereka.

Diimbangi kompetensi

Menurut Perencana Keuangan Mike Rini, kecantikan yang dilihat sebagai investasi mesti dilihat dalam arti penampilan secara komprehensif. Yang terpenting bukan soal wajahnya yang cantik, tapi penampilan yang menarik sehingga diterima oleh konsumen yang menjadi target pasar.

Untuk menunjang penampilan itu, menurut dia, bukan hanya komestik, tetapi juga asesoris dan busana juga menjadi tuntutan. "Tidak perlu harus mahal dengan merek-merek yang terkenal, yang penting rapi dan kelihatan menarik."

Bahkan, jelas Mike, lebih dari itu, urusan penampilan bukan hanya urusan kulit luar seperti komestik dan busana, tetapi juga persoalan ekspresi bathiniah seseroang. Orang harus terlihat segar dan penuh vitalitas.

Untuk itu urusan penampilan harus ditunjang selain dengan latihan fisik-seperti olahraga atau exercise lainnya-tetapi juga harus mengonsumsi vitamin-vitamin dan suplemen food. "Karena itu biaya penampilan harus dihitung juga dengan dua hal terakhir itut."

Dengan penampilan yang optimal, seseorang mendapat 'self-image' yang baik sehingga produk yang dipasarkan bisa diterima konsumen atau mitra bisnis, atau mereka yang tampil di panggung publik sebagai penghibur bisa diterima penggemarnya.

Hanya saja Pietra mengingatkan agar kegiatan memvermak penampilan tidak boleh sampai mengabaikan pengembangan diri. Penampilan harus mencerminkan kompetensi dan bonafiditas. Jangan sampai 'bagus di luar, bobrok di dalam.' Malu juga kan?

No comments: