Sunday, January 20, 2008

Kecemasan Seorang Simmel

Abraham Runga Mali

Seabad yang lalu. Seorang filsuf dan sosiolog Jerman, Georg Simmel, menulis sebuah buku dengan judul Philosophie des Geldes (Filsafat Uang). Setelah menerbitkan buku setebal 700 halaman (Bdk. Edisi terbaru tahun 2001, 585 hal.), dia menulis kepada seorang sahabatnya, Heinricht Rickert, “Saya tidak berminat lagi pada semua karya saya yang ditulis sebelum Filsafat Uang. Inilah karyaku sesungguhnya”.
Kendati bukan satu-satunya ilmuwan yang membahas peran uang dalam kehidupan modern, Simmel adalah pemikir sosial yang secara fokus dan detil membahas tema ini. Bahkan, hanya bukunyalah yang terang-terangan diberi label filsafat uang.
Benar kalau ditilik bahwa simpul permenungan Simmel tentang tema ini bersentuhan dengan tiga pilar pemikiran dari ilmuwan kawakan yang lain, yaitu Karl Marx, Durkheim dan sahabatnya Max Weber. Bahkan, banyak studi yang mengatakan bahwa sebagian besar pikiran Simmel dipengaruhi oleh Marx.
Marx menganalisa uang dalam kaitan dengan kritiknya terhadap kapitalisme. Bagi dia, uang adalah simbol keterasingan manusia. Dia menelusuri akar uang hingga ke kultur materialistis Yahudi. Maka bagi Marx uang adalah ‘allah’ Israel yang pencemburu, yang tidak menghendaki ‘allah’ lain di sampingnya.
Karena itu, bagi dia uang adalah bentuk paling sempurna dari proses pembendaan (reifikasi) semua hal. Uang mengkuantifikasi semua nilai dan mengasingkan manusia dari ekisistensinya yang paling murni.
Bagi Durkheim, krisis keuangan, ketersendatan dalam relasi ekonomis dapat menjadi sebab kerusakan konunitas sosial. Karena itu, atas nama moral keterarturan sosial, perlu ada ‘pengaturan’ yang membatasi keinginan dan kebutuhan akan uang. Menurut Durkheim, hanya regulasi yang baik yang dapat dan harus mengendalikan kekeuatan-kekuatan ekonomi. Bukan ekonomi atau uang itu sendiri.
Lain lagi pendapat Weber. Menurut dia etika protestantisme yang memberi penghargaan yang tinggi pada akumulasi uang sembari sedapat mungkin menghindari kenikmatan hidup merupakan daya dorong pertumbuhan kapitalisme. Menurut dia, uang berperan dalam memajukan hampir semua sendi kehidupan manusia modern.
Dalam bukunya, Simmel melakukan penelitian yang serius mengenai dua hal berikut. Pertama dia meneliti perkembangan historis sistem pertukaran dari alat tukar yang paling sederhana hingga sistem moneter. Kedua, Simmel menganalisa dampak sosial dan akibat psikologis dari uang dan sistem moneter terhadap manusia modern.
Sebagai alat tukar, uang mampu menakar semua nilai barang dalam angka. Dia mengukur semua hal secara obyektif. Karena itulah uang bisa berkoneksi dengan semua hal dan urusan.
Lantaran merangkum semua hal dan menghubungkan semua pelaku sosial dan ekonomis, uang dianalogikan seperti energi yang menggerakkan alam semesta ini. Memang uang itu menjadi energi yang menggerakkan dinamika kehidupan hampir dalam semua dimensi kehidupan.
Sebai alat pengukur nilai, bentuk uang terus mengalami evolusi. Mulai dari bahan komoditas yang bernikai seperti koin emas menjadi bahan kertas yang tidak bernilai. Bisa dikatakan uang menjadi simbol nilai tetapi dalam dirinya dia sendiri sudah tak bernilai.
Nilai uang tidak lagi dari karakteristik fisiknya, tapi lebih didasarkan pada kesepakatan sosial antara anggota masyarakat yang menggunakanya dan juga pemerintah yang mengaturnya.
Di hadapan uang, nilai barang dan jasa lepas dari pengaruh pemiliknya. Dia semakin impersonal dan abstrak. Interaksi sosial yang hanya melihat spesifikasi nilai barang itulah yang menjadi dasar dan sumber perhitungan yang rasional dalam kehidupan modern.
Bagi Simmel uang adalah institusi sosial. Itulah sebabnya pendekatannya terhadap sistem moneter bukan dari sudut ekonomi, tapi dari sudut sosial dan psikologis. Bagi dia sistem moneter hanyalah satu elemen dari keseluruhan ekonomi pasar dan sistem sosial lainnya.
Seabagai sosiolog dia tidak tertarik untuk menganalisa pengaruh realitas ekonomi terhadap sebuah kebijakan. Dia lebih melihat dampak sosial dan psikologis dari sebuah peristiwa ekonomi. Tentang inflasi misalnya, dia justru cemas kalau penurunan nilai uang itu merupakan gambaran dari pengrusakan kontrak sosial dan penurunan saling percaya antara anggota masyarakat.
Simmel ternasuk orang paling depan dalam barisan advokasi masyarakat modern.
Dia mendukung ekonomi pasar. Tapi, dia mengingatkan bawah ekonomi pasar dan masayakat yang berlandaskan pada uang semata itu sangat rentan. Karena itu dia selalu menarik perhatian kita pada dampak negatif dari ketidakpastian dan ketidakstabilan mekanisme pasar yang demikian.
Tentu saja bukan hanya urusan ekonomi. Kehidupan manusia modern yang terlalu mendewakan uang juga sangat mencemaskan. Bayangkan kalau daya cipta dan relasi sosial direduksi menjadi sebuah kalkulasi untung rugi. Apa saja, siapa saja yang tidak bernilai rupiah tinggi, akan ditinggalkan menjadi onggokan sampah. Benar-benar mencemaskan.

No comments: