Tuesday, January 22, 2008

(Usaha) Kecil itu Indah

Abraham Runga Mali

Mengapa perusahaan menengah dan kecil perlu mendapat dukungan? Jawabannya jelas, pelaku usaha di sektor ini sangat banyak sehingga mati hidupnya berpengaruh pada kesejahteraan orang banyak. Selain itu, kontribusinya bagi perekonomian negara juga cukup signifikan. Maka tak ada pilihan, UKM ini memang harus dikembangkan.

Tapi, UKM ini layak disimak bukan semata-mata karena manfaatnya, melainkan juga karena proses pengelolaannya. Ada seni manajemen UKM yang tidak ditemukan ketika Anda mengelola korporasi. Entitasnya yang kecil menghendaki cara dan teknik pengelolaan yang unik.

Pengamat UKM dan Praktisi Investasi Adler Haymas Manurung menjelaskan sedikitnya ada tiga keunggulan UKM yang tidak ditemukan dalam korporasi. Pertama, modal usaha yang kecil. Faktor modal yang kecil ini yang menjadi alasan mengapa banyak berani mengambil risiko untuk memulai bisnis di sektor ini.

Kedua, karena modal yang kecil dan tidak melibatkan banyak orang, maka pengelolanya dengan mudah melakukan improvisasi dalam memilih jenis produk dan cara menghasilkannya. "Misalnya dalam bisnis restoran, seseorang dengan mudah memilih lokasi baru dan jenis masakan yang akan dijual kepada konsumen. Keputusan itu tidak harus melewati birokrasi yang rumit.

Ketiga, karena modal yang kecil dan kemudahan improvisasi memberi ciri UKM sebagai organisasi bisnis yang sangat fleksibel. Anda dengan sangat mudah menentukan untuk menutup bisnis restoran dan menggantikan dengan jenis produk yang lain.

Atau dari segi waktu, Anda bisa dengan enteng menghentikan usaha untuk sementara waktu dan memikirkan untuk melanjutkan pada kesempatan yang lain. "Pokoknya di UKM pelaku bisnisnya bisa menjalankan kegiatannya dengan sangat fleksibel," ujar Adler yang juga Direktur Fund Management Nikko Securities Indonesia.

Fleksibelitas inilah, lanjut dia, yang membuat UKM ini sangat kebal terhadap pengaruh eksternal. Atau pun kalau terkena dampak makro, sektor ini terkenal sangat cepat untuk pulih. Pengalaman krisis ekonomi yang menyerang Indonesia pada 1997 memberikan bukti yang tak terbantahkan. Saat itu sedikitnya ada 414.743 UKM yang dirundung kredit macet sebesar Rp39,6 triliun.

Tapi, dalam waktu singkat UKM di negara ini bangkit dan memperlihatkan kinerja yang sangat positif. Hingga 2004 misalnya total perusahaan UKM mencapai 443.221.829. Jumlah yang tentunya sangat besar dibandingkan dengan perusahaan besar yang jumlahnya hanya mencapai 2.248.

Kecil itu indah

Mungkin karena keunggulan-keunggulan itulah yang menyebabkan UKM menjadi inspirasi untuk sebuah seruan 'kecil itu indah'. Salah satu yang menangkap keindahan UKM adalah seorang ekonom Jerman, F.E Schumacher dalam bukunya Small is Beautiful.

Schumacher sendiri sebenarnya bukan penganjur pengusaha kecil, dia adalah pengritik perusahaan raksasa. Sebagai seorang yang pernah bekerja di perusahaan besar Inggris, The National Coal Board, Schumacher mengatakan perusahaan-perusahaan besar hanya berhasil kalau mereka beroperasi seperti sebuah kumpulan perusahaan-perusahaan kecil.

Dia mengatakan bahwa perusahaan raksasa itu harus menggerakkan unit-unit kecilnya masing-masing supaya bisa berkembang dengan fleksibel, kreatif dan inovatif. Perusahan besar harus meniru mekanisme dan perilaku perusahaan kecil. Hanya dengan demikian, peerusahaan raksasa bisa berjalan optimal.

Melirik pasar modal

Kalau perusahaan raksasa saja mau belajar dari unit usaha kecil, mestinya UKM sendiri bisa lebih optimal mengembangkan dirinya dengan cara demikian. Artinya, sangatlah aneh kalau banyak pengusaha UKM yang gagal karena mereka tidak berperilaku fleksibel dan inovatif dalam mengoperasikan perusahaan.

Tentu saja, banyak UKM yang berniat berperilaku benar, tapi terbentur oleh kendala organisasi dan finansial. Untuk persoalan organisasi, tak ada cara lain, pemilik atau penggiat unit bisnis itu harus terus membuka diri untuk belajar dan mengadopsi manajemen-manajemen modern. Berbagai seminar dan konsultasi bisa didatangi.

Sedangkan untuk finansial, UKM harus membuka akses ke sumber-sumber finansial. Apalagi institusi perbankan saat ini menyatakan dirinya siap mengucurkan kredit dalam jumlah yang besar. Tinggal pelaku unit usaha kecil itu menyiapkan proposal dan menyajikan rencana bisnis yang bisa meyakinkan pihak perbankan.

Mengenai sumber pendanaan, Adler mengatakan pemerintah harus menyiapkan infrastruktur sehingga UKM bisa memanfaatkan pasar modal. Selama ini, perusahaan sekuritas sulit membawa perusahaan itu ke lantai bursa karena skalanya yang sangat kecil.

Karena, menurut Adler, salah satu teknik yang bisa dikembangkan adalah melalui penerbitan obligasi secara bersama-sama oleh UKM.

"Bila investor ingin mendapatkan jaminan atas obligasi tersebut, maka UKM dapat menjaminkan tempat usahanya sebagai jaminan pinjaman."

Agar pendanaan obligasi bisa diwujudkan, demikian Adler, maka harus dilakukan terobosan di bidang hukum dengan menggabungkan seluruh aset menjadi satu untuk mendapatkan dana yang besar dan kemudian dipinjamkan secara proporsional kepada UKM.

Tinggal selanjutnya, obligasi itu dipecah-pecah dalam satuan Rp10 juta agar masyarakat dapat berpartisipasi. "Dengan pecahan obligasi yang kecil seperti ini perdagangannya di bursa bisa lebih likuid. Dan itu merupakan wujud keterlibatan masyarakat dalam pengembangan UKM dan pasar modal."

No comments: