Tuesday, January 22, 2008

Paskah

Abraham Runga Mali

Paskah itu tradisi ritual yang sudah berlangsung ribuan tahun lalu. Menurut cacatan sejarah yang tentu berbaur dengan pengalaman iman orang Israel, peristiwa itu bermula dari penjajahan komunitas Yahudi di Mesir.

Ketika terjadi penindasan di Mesir, mereka menantikan pembebasan. Berdasarkan catatan pengalaman itu, pembebasan itu dikerjakan oleh Yahweh, Yang Transenden, yang hadir dan terlihat dalam tokoh yang bernama Musa. Musalah yang kemudian membawa mereka keluar dari negeri penindasan menuju Israel-Tanah Terjanji-lokasi yang saat ini menjadi daerah perseteruan dengan orang-orang Palestina.

Sebagai tanda bahwa Tuhan lewat untuk membebaskan mereka, orang-orang Yahudi di Mesir, harus mengorbankan anak domba dan menorehkan darahnya pada palang pintu rumah mereka masing-masing. Demikianlah Paskah berarti 'Tuhan lewat untuk membebaskan'.

Bagi orang Yahudi, sejak peristiwa di Mesir, ritual Paskah itu diulang setiap tahun sambil mengharapkan seorang pembebas sejati, Mesias. Ritual Paskah dan harapan akan datangnya Mesias itu terus berlangsung hingga kedatangan Yesus. Bahkan, hingga sekarang bagi orang Yahudi yang tidak mengakui Yesus.

Tanda lain

Bagi murid-murid Yesus, Yesus itu adalah Mesias, Almasih. Sejak kematian Yesus, para pengikutNya merayakan Paskah dengan tanda lain. Kali ini yang menjadi darah, bukan lagi darah domba, tapi darah Yesus sendiri. Darah yang tertumpah dalam peristiwa penyaliban. Dia bukan hanya menggantikan darah anak domba dengan darahNya, tetapi juga menggantikan peran Musa. Maka bagi pengikutNya, Dialah pembebas.

Kendati, makna pembebasan Yesus lebih dimaknai secara spiritual, konteks sosial politisnya sama dengan yang terjadi pada jaman Musa. Kalau di Mesir, orang-orang Yahudi itu diperbudak oleh Firaun, maka pada jaman Yesus, bangsa Yahudi berada di bawah kungkungan kolonial Roma.

Dalam semangat untuk membebaskan ini, Dia selalu memihak orang-orang kecil seperti petani, nelayan, para tukang dan peternak. Karena merekalah orang-orang yang paling menderita akibat kehadiran Roma. Bahkan, bukan hanya dari orang-orang Roma, tetapi juga dari petinggi-petinggi agama Yahudi sendiri yang sering berselingkuh dengan kekuatan politik dan bisnis saat itu.

Itulah sebabnya, cara beragama Yahudi yang terlalu institusional dan formalistis dipersoalkan habis oleh Yesus. Dia memborbadir dan membongkar kesalehan pribadi dan menggantikannya dengan semangat berbuat baik dan berkorban bagi orang lain. Man for others.

Itulah sebabnya Yesus yang dari semula-menurut salah satu penafsiran adalah serdadu yang mempersiapkan pasukan untuk mengusir Roma-kemudian berubah arah. Mungkin saja karena secara politis dan militer, Dia terlalu lemah, tapi mungkin juga karena Dia menangkap persoalan yang lebih substansial.

Dia tampil dengan sebuah paradigma baru. Yang menindas manusia sebenarnya adalah dosa. Maka manusia harus dibebaskan dari dosa. Dan, akar dosa adalah ingat diri (egoisme). Karena itu tak henti-hentinya dia meneriakkan cinta dan belas kasih kepada orang lain. Manusia harus keluar dari kungkungan cinta dirinya.

Ajaran itu menjadi spirit dan cara berpikir baru dalam melihat segala macam persoalan. Menurut Dia, semangat baru itulah yang seharusnya menggerakkan sebuah peradaban baru manusia. Itu adalah kunci kebahagiaan manusia. Bukan praktek-praktek agama dan segala macam aturannya yang justru menjadi penindasan baru.

Demikianlah keyakinan pengikut Yesus saat itu. Mereka yang sebagian besar para nelayan dan peternak sederhana itu berhasil membuktikan, bahwa dengan spirit dan paradigma baru itu, mereka berhasil mengubah peradaban Roma yang keras dan buas. Dari Roma inilah, semangat dan peradaban baru dimulai. Tapi, justru dari kota inilah, ketika nilai-nilai baru itu dikawal oleh kekuasaan dan institusi yang formalistis, cita-cita awal Yesus sering ditelantarkan.

Harapan Paskah

Maka setiap kali peradaban mandek, setiap kali kekuasaan dan semangat mementingkan diri dan kelompok menindas kehidupan, terutama bagi mereka yang kecil, peristiwa Paskah menjadi kenangan yang menguatkan. Paskah selalu memberi harapan untuk keluar dari kekinian yang sakit.

Maka tak berlebihan, ketika Jurgen Moltman menyaksikan peradaban ala Nazi dan mengalami sendiri keputusasaan-pernah dipenjarakan pada saat Nazi di Jerman-dia kembali mendapat kekuatan dan harapan dari peristiwa Paskah. Pengalaman dan permenungan itu kemudian ditulis sebagai pemikiran teologis yang dikenal dengan Teologi Harapan. (Theology of Hope, 1964).

Sebenarnya harapan Paskah menegaskan harapan eksistensial yang ada pada diri setiap manusia akan 'masa depan' yang lebih baik. Itulah sebabnya Moltman mengakui bahwa dalam menulis bukunya, dia juga diilhami oleh pemahaman yang mendalam tentang harapan seperti yang dipikirkan filsuf marxis, Ernst Bloch.

Dalam bukunya The Principle of Hope (Das Prinzip Hoffnung), Bloch mengatakan kebudayaan manusia mesti digerakkan oleh harapan yang menggebu-gebu akan masa depan yang melampui semua kerenggangan hubungan masa sekarang.

Harapan itu bukan fantasi, tetapi sebuah utopi, dialektika antara pengalaman yang menyesakkan saat ini dengan ekspektasi akan sebuah kehidupan yang lebih baik. Harapan itu memungkinkan manusia melampui (transcending) dan tidak meratapi keadaannya sekarang.

Kendati dipengaruhi Bloch, Moltman mengatakan pemahamannya akan harapan tentu berbeda. "In Das Prinzip Hoffnung, Bloch speaks trancending, but without transcendence; in Theology of Hope I speak of trancending with trancendence."

Di lain kesempatan Bloch juga menyindir agama dengan berujar bahwa hanya seorang atheis yang tidak menyembah dewa-dewa religius dan ekonomi yang sesat bisa menjadi orang kristen yang baik.

Atas pernyataan itu, Moltman pun berkelit dengan mengatakan bahwa hanya seorang kristen yang percaya pada Kristus yang tersalib bebas dari tekanan untuk menciptakan dewa-dewa bagi dirinya.

Sebuah pernyataan yang harus dibuktikan dalam kehidupan nyata. Karena, tak kurang mereka yang mengakui beragama, banyak kali suka menyembah berhala, mendewakan dan menggantungkan harapan pada banyak hal di dunia. Ya termasuk kepada dewa ekonomi yang dikhawatirkan Bloch.

No comments: